1.
Pengertian Uang Beredar
Uang Beredar Dalam Arti Sempit (Narrow Money = M1)
Secara sederhana dapat dikatakan bahwa uang beredar
dalam arti sempit adalah seluruh uang kartal dan uang giral yang ada di tangan
masyarakat. Sedangkan uang kartal milik pemerintah (Bank Indonesia) yang
disimpan di bank-bank umum atau bank sentral itu sendiri, tidak dikelompokkan
sebagai uang kartal.
Sedangkan uang giral merupakan simpanan rekening
koran (giro) masyarakat pada bank-bank umum. Simpanan ini merupakan bagian dari
uang beredar, karena sewaktu-waktu dapat digunakan oleh pemiliknya untuk
melakukan berbagai transaksi. Namun saldo rekening giro milik suatu bank yang
terdapat pada bank lain, tidak dikategorikan sebagai uang giral.
Uang Beredar Dalam Arti Luas (Broad money = M2)
Dalam arti luas, uang beredar merupakan penjumlahan
dari M1 (uang beredar dalam arti sempit) dengan uang kuasi. Uang kuasi atau
near money adalah simpanan masyarakat pada bank umum dalam bentuk deposito
berjangka (time deposits) dan tabungan. Uang kuasi diklasifikasikan sebagai
uang beredar, dengan alasan bahwa kedua bentuk simpanan masyarakat ini dapat
dicairkan menjadi uang tunai oleh pemiliknya, untuk berbagai keperluan
transaksi yang dilakukan.
Dalam sistem moneter di Indonesia, uang beredar dalam
arti luas ini (M2) sering disebut dengan likuiditas perekonomian.
Faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah uang beredar.
Seperti telah disinggung sebelumnya bahwa dasar
terciptanya uang beredar adalah karena adanya uang inti atau uang primer.
Dengan demikian, besarnya uang beredar ini sangat dipengaruhi oleh besarnya
uang inti yang tersedia. Sedangkan besarnya uang inti ini dipengaruhi oleh
empat faktor, yaitu: (Boediono, 1993, hal: 97)
Keadaan neraca pembayaran (surplus atau defisit);
Apabila neraca pembayaran mengalami surplus, berarti
ada devisa yang masuk ke dalam negara, hal ini berarti ada penambahan jumlah
uang beredar. Demikian pula sebaliknya, jika neraca pembayaran mengalami
defisit, berarti ada pengurangan terhadap devisa negara. Hal ini berari ada
pengurangan terhadap jumlah uang beredar.
Keadaan APBN (surplus atau defisit);
Apabila pemerintah mengalami defisit dalam APBN, maka
pemerintah dapat mencetak uang baru. Hal ini berarti ada penambahan dalam
jumlah uang beredar. Demikian sebaliknya, jika APBN negara mengalami surplus,
maka sebagian uang beredar masuk ke dalam kas negara. Sehingga jumlah uang
beredar semakin kecil.
Perubahan kredit langsung Bank Indonesia;
Sebagai penguasa moneter, Bank Indonesia tidak saja
dapat memberikan kredit kepada bank-bank umum, tetapi BI juga dapat memberikan
kredit langsung kepada lembaga-lembaga pemerintah yang lain seperti Pertamina,
dan badan usaha milik negara (BUMN) lainnya. Perubahan besarnya kredit langsung
ini akan berpengaruh terhadap besar kecilnya jumlah uang beredar.
Perubahan kredit likuiditas Bank Indonesia.
Sebagai banker’s bank, BI dapat memberikan kredit
likuiditas kepada bank-bank umum. Sebagai contoh, ketika terjadi krisis ekonomi
sejak tahun 1997 lalu, BI memberikan kredit likuiditas dalam rangka mengatasi
krisis likuiditas bank-bank umum, yang jumlahnya mencapai ratusan trilyun
rupiah. Hal ini berdampak pada melonjaknya jumlah uang beredar.
Di samping itu, adanya pinjaman luar negeri,
kebijakan tarif pajak, juga dapat mempengaruhi besar kecilnya jumlah uang
beredar.
Berbagai Kebijakan Pemerintah dalam Mempengaruhi
Jumlah Uang Beredar.
Secara garis besar terdapat dua jenis kebijakan yang
dilakukan pemerintah (Bank Indonesia dan Departemen Keuangan) dalam
mengendalikan jumlah uang beredar, yaitu:
kebijakan moneter; dan
fiskal.
2.
Penawaran Uang Tanpa Bank
Teori ini merupakan gambaran ketika
perekonomian/pertukaran masih menggunakan dan emas adalah satu satunya alat
pembayaran & belum ada system perbankan yang mempengaruhi penggunaan alat
tukar tersebut. Jumlah alat tukar ini (peredaran dan proses penawaran nya) di
masyarakat berubah ubah sesuai dengan tersedianya emas di masyarakat .Ciri
penawaran/Supplay emas pada zaman tersebut :
·
Jumlah emas/alat tukar yang beredar ber
ubah ubah ( bisa turun atau naik).
·
Jumlah emas turun apabila terjadi difisit
neraca pembayaran luar negeri untuk pembayaran barang (dikirim keluar
karena impor > ekspor ).
·
Terjadi perubahan jumlah emas ini juga
bisa dikarenakan adanya peningkatan penggunaan emas untuk produksi lain (
perhiasan ).
·
Jumlah Emas juga akan naik jika terjadi
surplus pembayaran luar negeri atau ditemukan tambang emas baru )
·
Uang beredar benar benar ditentukan
secara otomatis oleh proses pasar diatas ( tidak ada campur tangan
pemerintah/otoritas moneter yang melakukan kebijakan moneter )
·
Penambahan produksi emas ( di tambang dan
di murnikan ) oleh produsen emas mengikuti hukum perilaku produsen / penawaran
(mengikuti permintaan dan harga emas tersebut ) jika harga emas tinggi
dibandingkan barang yang dipertukarkan maka produksi emas akan tinggi, namun
kemudian jika suplay emas berlebih harga emas akan turun dan suplay nya akan
berkurang )
·
Teory penawaran uang ( system emas )
belum berkembang dan masih dalam bentuk yang sederhana, karena tidak banyak
memerlukan campur tangan untuk mempengaruhi jumlah-nya
3.
Teori Penawaran Uang Modern
Dalam perekonomian modern digunakan sistem standart
kertas dan sebagai sumber terciptanya uang beredar adalah otorita moneter
(pemerintah dan bank sentral) dan lembaga keuangan. Otorita moneter sebagai
sumber penawaran uang inti dan lembaga keuangan sebagai sumber penawaran uang
sekunder. JUB merupakan proses pasar, artinya hasil interaksi anatara
permintaan dan penawaran, dan bukan ahanya pencetakan uang atau merupakan
keputusan pemerintah saja. Apabila suatu waktu permintaan uang inti tidak
sesuai dengan penawaran uang inti, maka para pelaku dalam pasar uang
masing-masing akan melakukan “penyesuaian” berupa tindakan-tindakan (mengubah
struktur/komposisi dari kekayaan) di sub-pasar uang inti sehingga terjadi
keseimbangan antara permintaan dan penawaran. Demikian juga jika terjadi
ketidakseimbangan di pasar uang sekunder. Kedua sub-pasar ini harus mencapai
keseimbangan secara bersama-sama.
Sebagai contoh, ketika pasar dalam posisi
keseimbangan, pemerintah penambah penawaran uang inti kepada masyarakat (ada
kenaikan gaji pegawai).
·
Pertama: tambahan uang inti akan diterima
masyarakat sebagai tambahan uang tunai (kartal). Hal ini dapat mengganggu
keseimbangan karena masyarakat akan merasa terlalu banyak memegang uang tunai.
·
Misalkan tindakan penyesuaian yang
dilakukan masyarakat adalah dengan menyimpan kelebihan tersebut dalam rekening
giro, maka berarti bahwa cadangan bank menjadi lebih besar.
·
Bank pada gilirannya merasa kelebihan
cadangan (uang tunai), dan bank mungkin akan menanamkan kelebihan cadangan
tersebut dengan membeli SBI
·
Dalam transaksi tersebut, bank menerima
SBI dan BI menerima uang tunai
Kesimpulan: tambahan uang inti oleh pemerintah,
kembali ke BI sebagai otorita moneter.
Uang kartal yang dipegang masyarakat tetap, tetapi
ada tambahan uang giral, sehingga M1 bertambah.
4.
Perhitungan Pelipat Ganda Uang
Pelipat/ angka pengganda uang biasanya nilainya lebih
besar dari 1.
·
Untuk Uang Chartal
M1
= 1 B
c
+ r(1 – c)
dimana :
c = C / M
C = uang kartal yang dipegang oleh masyarakat umum di
luar bank-bank
M = Jumlah Uang Beredar
r = R / D
R = reserve bank
D = uang giral yang diciptakan oleh bank – bank umum
B = uang inti
·
Untuk Uang Giral
Multiplier juga digunakan untuk defenisi uang secara
luas, yakni mencakup deposito berjangka atau time deposit (T).
Jadi, M1 = M + T = C + D + T, dan multiplier uangnya
adalah :
M1
= 1 + t B
c + r1 (1
– c) + r2 t
t = T / M
T = Time Deposit
M = Jumlah Uang Beredar
r1 = reserve yang dipegang bank untuk menjamin
= rekening koran
r2 = reserve yang dipegang bank untuk
= deposito berjangka
c = C / M
C = uang kartal yang dipegang oleh masyarakat umum di
luar bank-bank
B = uang inti
Perbedaan dari kedua multiplier di atas (multiplier
sederhana / kartal dan uang secara luas / giral) adalah adanya variabel t dan r2.
Variabel t => ditentukan oleh perilaku masyarakat
dalam hal berapa besar dari kekeyaannya akan dipegang dalam bentuk deposito
berjangka (time deposit).
Tentu tingkat bunga yang diperoleh dari deposito
berjangka dan tingkat inflasi akan mempengaruhi variabel ini.
( Tingkat inflasi merupakan kerugian yang harus
ditanggung oleh pemegang asset finansial termasuk deposito dan uang tunai.
Variabel r2 => ditentukan oleh perilaku bank.
Dipengaruhi juga oleh faktor-faktor seperti tingkat
bunga pinjaman bank, tingkat inflasi, cash ratio yang ditentukan oleh bank
sental untuk deposito berjangka.
sumber :